Saling
mengkafirkan antara sesama muslim adalah sarana utama untuk menggoyang
kekuatan kaum muslimin, dan hal ini kadang disebabkan perbedaan
pandangan tentang sosok dan pemikiran seorang tokoh.
Dalam
hal ini, Syeikh Ibnu Taimiyah termasuk salah satu tokoh yang kontrofesi
di kalangan umat Islam. Dengan dasar itulah penulis mencoba menjelaskan
secara obyektif siapa dan bagaimana sosok ibnu taimiyah. Penulisan
berdasarkan Qaidah. Ma`shum (terjaga) hanyalah bagi para Nabi, selain
Rasulullah saw. pendapatnya bisa diterima dan bisa ditolak. Penulisan
ini bukan untuk membenarkan atau menyalahkan sosok Ibnu Taimiah, sebab
masalah benar dan tidaknya Ibnu Taimiah itu adalah hak Allah swt.
Sekilas biografi Ibn Taimiyah
Ibnu
taimiyah dilahirkan pada tanggal 10 R. Awal tahun 661 H. Dengan nama
Ahmad bin Abdul Halim bin Abd Salam bin Taimiyah. Dia tumbuh dengan
kecerdasan yang luar biasa, mula-mula dia belajar pada Ibn Abd Daim,
al-Qasim al-Irbili, Muslim bin `Allan dan pada Ibn Abi Amr. Selanjutnya
Ibnu Taimiyah mebaca sendiri ilmu keislaman tampa
bimbingan seorang guru. Namun dengan berbekal kecerdasan yang
tinggi Ibnu Taimiyah mampu mengalahkan yang lain. Adz-Dzahahabi
menceritakan bahwa Ibnu Taimiyah sudah mempunyai kemampuan munâzharah
(berdebad) sebelum masa baligh, dan mampu mengarang, mengajar serta
berfatwa padahal umurnya belum memasuki 20 tahun, sehingga dalam
usianya yang masih belia dia sudah di anggap sebagai pembesar Ulama?
Keilmuan Ibnu Taimiyah
Tidak
heran kalau saat dewasa Ibnu Taimiyah menjadi seorang yang berpengaruh
karena kesalehan dan kemampuan intelektualnya melebihi kebanyakan
manusia. Ibnu Hajar Al-Asqalani menuturkan panjang lebar tentang ilmu
Ibnu Taimiyah melalui tulisan Al-Hafid Al-Dzahabi, murid Ibnu Taimiyah.
Menurut adz-Dzahabi seorang yang melihat kehebatan Ibnu Taimiyah dalam
masalah khilafiyah, maka ia akan heran dan kagum, Ibnu Taimiyah mampu
mentarjih dan membandingkan segala perbedaan dengan argument yang kuat,
dia berhak berijtihad sendiri karena syarat-syarat mujtahid telah
dipenuhi. Tidak kutemukan seorang yang lebih cepat melebihi Ibnu
Taimiyah dalam mengeluarkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalil dalam
suatu masalah, hadits-hadits Nabi seakan akan berada di depan mata dan
di ujung lidahnya, disamping itu ia mampu mentafsiri Al-Qur’an dengan
luas. Adapun falam masalah ideologi berbagai aliran maka dia tiada
berdebu. Sedang sifatnya sangat dermawan, pemberani dan tidak pernah
menyimpan dendam. Kata-kataku ini akan dianggap kurang oleh
pendukungnya dan akan dianggap berlebihan oleh para penentangnya.
Ibnu Taimiyah dan Tasawuf
Sering
kita mendengar bahwa Ibnu Taimiyah itu anti tasawuf dan penentang sufi,
padahal kalau diperhatikan dari sikap dan pandangannya dia adalah
seorang sufi dan pengikut ajaran tasawuf suni (yang sesuai dengan
Al-Qur’an dan Sunah), meskipun ia tidak mengistilahkan ajaran tasawuf
dengan istilah tersebut. Istilah yang sering dipakai oleh Ibnu Taimiyah
adalah istilah suluk, akan tetapi substansinya adalah apa yang ada pada
ajaran tasawuf.
Suluk
menurut Ibnu Taimiyah merupakan kewajiban setiap mukmin, seperti yang
diungkapkannya dalam kitab Fatawanya. “Suluk adalah jalan yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya berupa itikad, Ibadah dana
Akhlak. Semua ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunah, dan suluk
ini kedudukannya seperti makanan yang menjadi keharusan seorang
mukmin”.
Diantara kata-kata Ibnu Taimiyah mengenai tasawuf adalah “amal-amal hati yang diberi nama maqâmât dan ahwâl
seperti: cinta kepada Allah dan Rasulnya, tawakal, Ikhlas, sabar,
syukur, khauf dan semacamnya adalah kewajiban setiap maklhuk, baik kaum
khâs atapun orang-orang awam”.
Kesufian
Ibnu Taimiyah tidak hanya terbukti dari keilmuannya saja akan tetapi
perbuatan dan sikapnya telah membuktikan akan semua ini. Adz-Dzahabi
pernah bercerita bahwa dia tidak pernah menemukan orang yang banyak
berdoa dan bertawajuh kepada Allah melebihi Ibnu Taimiyah.
Ibnu
Qoyyim dalam kitabnya Madarus Salikin banyak bercerita tentang Ibnu
Taimiyah dalam kerohanian (baca: Tasawuf). Dalam kitab Kawakibud
Duriyah bahwa Ibnu Taimiyah pada malam hari sering menyepikan diri dari
manusia, dia hanya sibuk dengan tuhannya, banyak bermunajat dan membaca
Al-Qur’an.
Sedang
ke zuhudan dan ketawaduan Ibnu Taimiyah adalah tauladan yang baik,
dalah hal ini terbukti dengan kata-katanya, “Aku tidak punya apa-apa,
dariku tak ada apa-apa dan padaku tak ada apa-apa”.
Itulah
pribadi Ibnu Taimiyah dalam suluk dan kerohaniannya, cukuplah kiranya
Ibnu al-Qayyim dan karyanya Madarus Salikin sebagai bukti tarbiah Ibnu
Taimiyah dalam konteks kesufian.
Tidak
hanya itu, Ibn Taimiyah dan murid-muridnya sangat mempercayai adanya
karamah para wali. Di sini Baduruddin al-Aini berkata tentang Ibnu
taimiyah, “Di samping kemuliaan dan ketinggian Ilmunya, beliau (ibnu
Taimiyah) juga mempunyai karamah yang tidak diragukan lagi seperti yang
ku dengar dari banyak orang”
Ibnul
Qayyim juga banyak bercerita tentang firasat (mukasyafah) Ibnu Taimiyah
dalam kitabnya, “Aku telah menyaksikan firasat Syaikhul Islam dari
hal-hal yang menabjubkan. Sedang hal yang tidak kusaksikan tentu lebih
banyak dan lebih agung”.
Dengan
demikian tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah dan
kelompoknya anti ajaran Tasawwuf. Adapun kepercayaan-kepercayaan yang
mengatas namakan sufi dan tasawwuf akan tetapi bertentangan dengan
al-Quran dan Sunnah tidak hanya Ibnu Taimiyah dan Madrasahnya yang
menentang, para sufipun juga menentangnya.
Sebagai
seorang intelektual wajar kalau Ibnu taimiyah sering melontarkan
kritikan terhadap tokoh-tokoh lain, hanya saja kadang Ibnu taimiyah
melampau batas dalam pandangan dan kritikannya sehingga menjadikan dia
sebagai sosok yang kontrofersi.
Kontrofersi pemikiran Ibnu Taimiyah.
Pemikiran
Ibnu taimiyah sering menjadi ajang polemik di kalangan para Ulama,
sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri, dan gara-gara itu dia sering keluar
masuk penjara, terutama mengenai masalah-masalah Akidah dan Fiqih.
Keberanian Ibnu Taimiah ini tidak hanya berbeda dengan para ulama di
zamannya, namun Ibnu Taimiyah juga sering menyalahi Ijma`. Itulah yang
membuat ulama di zamnnya geram pada Ibnu Taimiah.
Pemikiran pertama yang menjadi kontrofersi terjadi pada tahun 698 H. Hal itu gara-gara satu fatwa yang dikenal dengan masalah hamawiah.
Fatwa ini membuat Qadhi waktu itu turun tangan, yaitu Imamauddin
al-Quzwaini. Qadhi itu memberi fatwa “Barang siapa yang mengambil
pendapatnya Ibnu taimiah maka dia akan dita`zir.” Pada tahun 705 Ibnu
Taimiah kembali membikin heboh yang membuat dirinya kembali masuk
penjara, dan pada tahun 709 dia dipindahkan ke Iskandariah, di sanapaun
dia jaga mengeluarkan fatwa-fatwa aneh yang dipermasalahkan oleh ulama
setempat.
Begitulah
seterusnya Ibnu taimiiyah, dia terus keluar masuk penjara baik ketika
dia di Syam atau di Mesir. Dalam beberapa kasus, Ibnu Taimiyah terkesan
tidak konsekwen pada pendapatnya, kadang dia mengaku bermazhab Syafii,
atau bermazhab Hambali dan kadang dia juga mengaku berakidah Asyairah
namun di lain kesempatan dia juga mencaci tokoh-tokoh Asya’irah,
seperti Imam Ghazali dan yang lainnya. Tidak hanya itu, Ibnu Taimiyah
juga berani lancang mencaci sahabat Nabi
Oleh
sebab itulah, ulama dari masa ke masa senantiasa memperselisihkan sosok
dan pemikiran Ibnu Taimiyah, ada yang menganggapnya fasik, ada yang
menganggapnya mubtadi` (ahli bid’ah) dan bahkan ada yang
menganggap kafir. Tidak hanya para penentangnyya yang mengkritik Ibnu
taimiyah, murid-muridnya juga sering berbeda dan menasehatinya, seperti
Ibnu Katsir dan adz-Dzahabi. Bahkan adz-Dzahabi menulis sebuah risalah
husus yang berisi nasehat-nasehat agar Ibnu Taimiyah kembali dan
bertobat. Surat ini di kenal dengan an-Nashîhah adz-Dzahabiyah li Ibn Taimiyah.
Penentang Ibnu Taimiyah sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri sampai pada saat ini terus mengalir, mulai dari kalangan fuqaha madzahabil arb’ah
sampai para ulama kalam. Sedang yang mengarang kitab yang berisi
kritikan pada Ibnu taimiyah juga sangat banyak, seperti as-Subki dan
ulama-ulama setelahnya.
Pemikiran kontrofersi Ibnu Taimiyah
Adapun
pemikiran Ibnu Taimiyah yang dianggap bertentangan dengan Ijma`dan
mayoritas ahlu sunnah wal jamaah sangat banyak diantaranya adalah: - Keyakinnanya tentang Zat Allah yang mempunyai jasad seperti jasadnya makhluk, duduk seperti duduknya makhluk, bertangan, mempunyai mata dang telinga. Bahkan Ibnu Taimiyah berkata bahwa Allah turun dari langit sebagai mana turunnya dia dari mimbar. Mazhab ini di sebut al-Hasyawiyah al-Mujassamah. Dewasa ini beberapa ulama telah menulis penelitian dan mempelajari pemikiran ini dengan seksama, di antaranya adalah Kasyfu al-Shaghîr ‘an ‘Aqîdah Ibnu Taimiyah, karya Said Fudah, Ibnu Taimiyah Laisa Salafiyan, desertasi Doktor oleh Mansur Muhammad Ghawaiesy, dan Fatâwâ Ibnu Taimiyah fil-Mîzan, karya Muhammad Ahmad Ya‘qubi.
- Berani mencaci Ulama dan Sahabat Nabi. Kelancangan Ibnu taimiyah ini membuat nyawanya terancam karena telah berani mencaci Imam al-Ghazali dan pengikut Asya`irah lainnya. Bukan hanya itu, Ibnu Taimiyah beranggapan bahwa Imannya Sayyidina Ali tidak sah, sebab beliau masuk Islam sebelum baligh, dan Iman sayyidina Abu Bakar juga tidak sah karena Abu Bakar beriman dalam keadaan pikun hingga beliau tidak mengerti apa yang di ucapkan. Imam Ali ra. menurutnya memopunyai 17 kesalahan. Dan beliau berperang karena cinta kedudukan. Sedang sayyidina Utsman menurutnya sangat cinta dunia. Dalam kitab Durarul Kaminah dan kitab Fatawa Ibnu Taimiyah fil-Mizan dijelaskan panjang lebar masalah ini.
- Inkar terhadap Majaz. Ibnu taimiyah berasumsi bahwa dirinya dengan pemikiran itu berada dalam Manhaj salaf. Sebab sebagaimana yang telah masyhur bahwa ulama dalam menyikapi ayat-ayat musytabihat ada dua kelompak, kelompok pertama adalah Tafwidh (menyerahkan penafsirannya pada Allah sendiri) mazhab ini yang diikuti oleh kebanyakan ulama salaf. Dan kelompok kedua adalah mazhab Ta`wil (mentafsiri ayat musytabihat sesuai dengan keesaan dan keagungan Allah) cara ini dipakai oleh ulama khalaf. Sedang pendapat Ibnu taimiyah dalam masalah ini berkonsekwensi pada pemahaman yang berbahaya dalam memahamii al-Quran dan nama dan sifat Allah, sebab hanya membawa pada pengertian yang mustahil pada zat dan sifat Allah. Adapun pendapat salaf mengenai masalah Tafwidh, salaf tidak mau panjang lebar mengenai masalah ini, sehingga menyerahkan urusan ini pada Allah. Beda halnya dengan Ibnu taimiyah yang berani menafsiri Al-Quran dengan lahirnya saja, sehingga mengakibatkan hal yang fatal.Disamping itu keingkaran Ibnu taymiyah pada majaz dapat menimbulkan pengertian yang salah terhadap teks Syariah, Ibnu Qayyim sendiri sebagai murid setia Ibnu Taimiyah merasa kebingungan menyikapi masalah ini, sebab tidak sedikit dari ulama salaf dan pengikut mazhab Hanafi (Ibnu Taimiyah mengaku bermazhab ini) yang mempercayai adanya majaz dalam al-Quran. Seperti Ibnu Abi Ya`la, Ibnu Agil, Ibnu al-Khattab dan lain-lain sangat menganggap keberadaan majaz dalam al-Quran. Seseorang yang membaca kitab Shawaiq al-Mursalah karya Ibnu Qayyim, maka akan tampak kebingungannya dalam menyikapi pendapat gurunya tersebut.
- Ibnu Taimiyah menyalahi Ijma` ulama. Seperti pendapatnya talak waktu haid itu tidak terjadi, masalah ta`liq talak, seorang haid boleh tawaf tampa membayar kaffarat, kata-kata talak tiga hanya terjadi satu dan beberapa pendapat nyeleneh lainnya. Al-hasil banyak pendapat Ibnu taimiyah yang bertentangan dengan mayoritas ulama Ahlu sunnah wal jamaah.
Namun
begitu sumbangan Ibnu Taimiyah terhadap pemikiran Islam tidaklah
sedikit, maka sikap yang terbaik mengenai Ibnu taymiyah adalah sikap
yang disampaikan oleh Syaekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, “Ibnu
Taimiyah adalah seorang ulama besar yang masyhur dari salah satu umat
Muhammad, namun begitu dia tidak lepas dari kesalahan” Dalam buku yang
sama an-Nabhani juga berkata, “Ibnu taimiyah ibarat lautan besar yang
berkecamuk ombak, di mana ombak itu kadang membawa intan permata dan
kadang membawa batu dan pasir dan kadang juga melempar kotoran”.
Sumber : http://ibnujusup.multiply.com
0 comments:
Post a Comment