Tan
Malaka sejatinya tak percaya terhadap parlemen. Bagi Tan Malaka, pembagian
kekuasaan yang terdiri atas eksekutif, legislatif, dan parlemen hanya
menghasilkan kerusakan. Pemisahan antara orang yang membuat undang-undang dan
yang menjalankan aturan menimbulkan kesenjangan antara aturan dan realitas.
Pelaksana di lapangan (eksekutif) adalah pihak yang langsung berhadapan dengan
persoalan yang sesungguhnya. Eksekutif selalu dibuat repot menjalankan tugas
ketika aturan dibuat oleh orang-orang yang hanya melihat persoalan dari jauh
(parlemen). Demokrasi dengan sistem parlemen melakukan ritual pemilihan sekali
dalam 4, 5, atau 6 tahun. Dalam kurun waktu demikian lama, mereka sudah
menjelma menjadi kelompok sendiri yang sudah berpisah dari masyarakat. Sedangkan
kebutuhan dan pikiran rakyat berubah-ubah. Karena para anggota parlemen itu tak
bercampur-baur lagi dengan rakyat, seharusnya mereka tak berhak lagi disebut
sebagai wakil rakyat.
Konsekuensinya
adalah parlemen memiliki kemungkinan sangat besar menghasilkan kebijakan yang
hanya menguntungkan golongan yang memiliki modal, jauh dari kepentingan
masyarakat yang mereka wakili. Menurut Tan, parlemen dengan sendirinya akan
tergoda untuk berselingkuh dengan eksekutif, perusahaan, dan perbankan.
Kalau
kita tarik ke zaman sekarang, mungkin Tan Malaka bisa menepuk dada. Dia akan
menyuruh kita menyaksikan sebuah negara yang parlemennya dikuasai oleh wakil
buruh, seperti Inggris, kemudian menyetujui penggunaan pajak hasil keringat
buruh untuk berperang menginvasi negara lain.
Akhirnya,
parlemen di mata Tan Malaka tak lebih dari sekadar warung tempat orang-orang
adu kuat ngobrol. Mereka adalah para jago berbicara dan berbual, bahkan kalau
perlu sampai urat leher menonjol keluar. Tan Malaka menyebut anggota parlemen
sebagai golongan tak berguna yang harus diongkosi negara dengan biaya tinggi.
Singkatnya,
keberadaan parlemen dalam republik yang diimpikan Tan Malaka tak boleh ada.
Buku Soviet atau Parlemen dengan tegas memperlihatkan pendirian Tan Malaka.
Sampai usia kematangan berpikirnya, Tan tak banyak berubah, kecuali dalam soal
ketundukan kepada Komintern Moskow. Karena pendirian ini pula Tan Malaka sangat
keras menentang Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada 1945 tentang pendirian
partai-partai. Sebab, partai-partai pasti bermuara di parlemen.
0 comments:
Post a Comment